Sabtu, 26 Desember 2015

Makalah Stratifikasi Sosial

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia diciptakan Tuhan dengan derajat yang sama. Akan tetapi pada kenyataannya terdapat penghargaan yang berbeda terhadap kelompok individu berdasarkan kelebihan yang dimilikinya. Kelebihan tersebut dapat berupa kekayaan, kekuasaan, keturunan (kehormatan), dan pendidikan. Dalam suatu lingkup kajian dalam sosiologi ada beberapa yang harus disoroti sebagai ilmu, guna mengetahui bagaimana tingkat perkembangan manusia, mulai dari kelahiran sampai dia bersosialisasi dalam masyarakat. Manusia, masyarakat dan lingkungan merupakan kajian sosiologi yang dituangkan dalam tema utama sosiologi dari masa kemasa. Mengungkap hubungan antara keseharian yang dijalani oleh seseorang dan perubahan serta pengaruh yang ditimbulkannya pada masyarakat tempat dia hidup, dan bahkan kepada dunia secara global. Banyak sekali sub kajian dan istilah dalam sosiologi yang membahas perihal tentang, manusia, masyarakat dan lingkungan, salah satunya adalah stratifikasi sosial.
Stratifikasi merupakan karakteristik universal masyarakat manusia. Dalam kehidupan sosial masyarakat terdapat diferensiasi sosial dalam arti, bahwa dalam masyarakat terdapat pembagian dan pembedaan atas berbagai peranan-peranan dan fungsi-fungsi berdasarkan pembedaan perorangan karena dasar biologis ataupun adat.
Dari penjelasan diatas, dalam makalah ini penulis akan memaparkan lebih mendalam mengenai stratifikasi sosial, agar nantinya pembaca akan lebih memahami tentang stratifikasi sosial dan dapat menjadikan makalah ini menjadi acuan dalam kehidupan di masyarakat.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan tersebut, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud stratifikasi sosial?
2.      Seperti apa bentuk-bentuk stratifikasi sosial?
3.      Bagaimana proses terjadinya startifikasi sosial?
4.      Apa yang menjadi karakteristik stratifikasi sosial?
5.      Apa yang menjadi dasar ukuran stratifikasi sosial?
6.      Apa saja dampak stratifikasi sosial dalam pendidikan?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Stratifikasi sosial berasal dari Bahasa latin, “statum”, artinya lapisan atau pelapisan. Kaitannya dengan masyarakat, stratifikasi sosial berarti lapisan yang terdapat di masyarakat.[1] Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
Pengertian stratifikasi menurut beberapa ahli:[2]
1.      Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat dalam kelas-kelas yang tersususun secara bertingkat (hierarki).
2.      Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
3.      Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.
B.     Bentuk-Bentuk Stratifiksi Sosial
Bentuk konkret dari stratifikasi sosial dalam masyarakat pada prinsipnya dibedakan menjadi tiga macam, yaitu kelas ekonomi, politik, dan sistem nilai yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat tertentu[3]
1.      Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi
Stratifikasi ini dikenal dengan sebutan kelas sosial. Kelas sosial dalam ekonomi didasarkan pada jumlah pemilikan kekayaan atau penghasilan. Secara umum, klasifikasi kelas sosial terdiri atas tiga kelompok berikut.
a.       Kelas sosial atas, yaitu kelompok orang yang memenuhi kekayaan banyak, yang dapat memenuhi segala kebutuhan hidup, bahkan secara berkelebihan. Golongan kelas ini dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan, bentuk rumah, gaya hidup yang dijalankan, dan lain-lain.
b.      Kelas sosial menengah, yaitu kelompok orang berkecukupan yang sudah dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer), misalnya sandang, pangan, dan papan. Keadaan golongan kelas ini secara umum tidak akan sama dengan keadaan kelas atas.
c.       Kelas sosial bawah, yaitu kelompok orang miskin yang belum dapat memenuhi kebutuhan primer. Golongan kelas bawah terdiri atas pengangguran, buruh kecil, dan buruh tani.
2.      Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial adalah pembedaan anggota masyarakat dalam kelompok tingkatan sosial berdasarkan status sosialnya. Oleh karena itu, anggota masyarakat yang memiliki kedudukan sosial yang terhormat menempati kelompok lapisan tertinggi. Sebaliknya anggota masyarakat yang tidak memiliki kedudukan sosial akan menempati lapisan lebih rendah. Contohnya, seorang tokoh agama atau tokoh masyarakat akan menempati posisi tinggi dalam pelapisan sosial.
3.      Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik
Dalam stratifikasi sosial, media politik dapat dijadikan sebagai salah satu kriteria penggolongan. Orang-orang yang menduduki jabatan di dunia politik atau pemerintahan akan menempati strata tinggi. Mereka dihormati, disegani, bahkan di sanjung-sanjung oleh warga masyarakat. Mereka dianggap menempati kelas yang lebih tinggi dibandingkan warga biasa. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik menjadikan masyarakat terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok lapisan atas, yaitu elite kekuasaan disebut juga kelompok dominan (menguasai) dan kelompok lapisan bawah, yaitu orang atau kelompok masyarakat yang dikuasai yang disebut massa atau kelompok terdominasi (terkuasai).
4.      Stratifikasi social berdasarkan system nilai yang berlaku dan berkembang
Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang dapat dijadikan sebagai dasar pembedaan dalam masyarakat. Penggolongan masyarakat digolongkan pada mata pencaharian atau pekerjaan adalah sebagai berikut:
a.       Elite
b.      Professional
c.       Semiprofessional
d.      Tenaga terampil
e.       Tenaga tidak terdidik
5.      Stratifikasi berdasarkan kriteria pendidikan
Kelas sosial dan pendidikan saling memengaruhi. Hal ini dikarenakan untuk mencapai pendidikan tinggi diperlukan uang yang cukup banyak. Tinggi dan rendahnya pendidikan berpengaruh pada jenjang kelas sosial.
6.      Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria budaya dan suku bangsa
Pada dasarnya, setiap suku bangsa memiliki stratifikasi sosial yang berbeda-beda. Misalnya, pada suku Jawa terdapat stratifikasi sosial berdasarkan kepemilikan tanah.
Secara historis, ada empat basis sistem stratifikasi sosial yang sering terjadi dalam masyarakat:[4]
1.      Perbudakan (slavary)
Pada sistem ini masyarakat dibagi menjadi dua kategori yaitu pemilik budak dan budak, dimana seorang atau sekelompok orang dimiliki oleh seorang. Hal ini sudah lama tidak berlaku lagi. Salah satu sebab adanya budak adalah perang, dimana pihak yang kalah dijadikan tawanan kerja paksa.
2.      Kasta (caste)
Bertalian dengan kepercayaan bangsa India dimana mereka percaya terhadap reinkarnasi bahwa manusia akan dilahirkan kembali, dan setiap orang wajib menjalani hidup sesuai dengan kastanya. Bagi mereka yang tidak menjalankan kastanya, maka pada kehidupan mendatang akan dilahirkan kembali pada kasta yang rendah. Setiap orang dalam sistem kasta ini mendapatkan tingkatan kastanya berdasarakan kasta keluarga mereka.
3.      Kepemilikan tanah (estates)
Hubungan dengan system feudal dimana kedudukan seorang dinilai berapa banyak memiliki tanah. Tanah ini merupakan hadiah atau penghargaan untuk para raja dan bangsawan atas kedudukannya terhadap raja.
4.      Kelas (class)
Yakin pembagian masyarakat atas ekonomi yang tercermin dalam gaya hidup seseorang. Perlu dijelaskan disini bahwa stratifikasi sosial dan kelas sosial merupakan dua hal yang berbeda, tetapi sering kali dugunakan secara bergantian shingga dalam beberapa bagian menjadi rancu. Stratifikasi sosial lebih merujuk kepada pembagian sekelompok orang kedalam tingkatan-tingkatan atau status yang berjenjang secara vertical. Kelas sosial lebih sempit lagi. Istilah kelas merujuk pada satu lapisan atau status tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial. Orang-orang yang berasal dari kelas sosial biasanya memiliki orientasi politik, nilai dan budaya, sikap, dan perilaku sosial yang cenderung sama.
C.    Proses Terjadinya Stratifikasi Sosial
Robin William J.R. menyebutkan pokok pedoman tentang proses terjadinya stratifikasi sosial pada masyarakat, yaitu sebagai berikut.[5]
Pertama, Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada sistem pertentangan yang terjadi pada masyarakat sehingga menjadi objek penyelidikan.
Kedua, Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur, yaitu sebagai berikut:
1.      Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, misalnya penghasilan, kekayaan, keselamatan (kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang.
2.      Sistem pertentangan yang diciptakan masyarakat (prestise dan penghargaan).
3.      Kriteria sistem pertentangan yaitu apakah didapatkan berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan, kelompok kerabat, hak milik, wewenang, atau kekuasaan.
4.      Lambang-lambang kedudukan, misalnya tingkah laku, cara berpakaian, bentuk rumah, keanggotaan dalam suatuorganisasi formal.
5.      Mudah sukarnya berubah kedudukan.
6.      Solidaritas di antara individu atau kelompok sosial yang menduduki status sosial yang sama dalam sistem sosial, seperti:
a)      Pola-pola interaksi (struktur clique dan anggota keluarga)
b)      Kesamaan atau perbedaan sistem kepercayaan, sikap,dan nilai
c)      Kesadaran akan status masing-masing
d)     Aktivitas dalam organisasi secara kolektif.
D.    Karakteristik Stratifikasi Sosial
Secara rinci, ada tiga aspek yang merupakan karakteristik stratifikasi sosial, yaitu:[6]
1.      Perbedaan dalam kemampuan atau kesanggupan.
Anggota masyarakat yang menduduki strata tinggi, tentu memiliki kesanggupan dan kemampaun yang lebih besar dibandingkan anggota masyarakat yang di bawahnya. Contoh: berbeda dengan pegawai negeri golongan IV yang kebanyakan mampu membeli mobil, akibat keterbatasan gaji yang diperolehnya seorang pegawai negeri golongan I dan II tentu hanya akan sanggup membeli sepeda atau sepeda motor saja.
2.      Perbedaan dalam gaya hidup (life style).
Seorang direktur sebuah perusahaan, selain selalu dituntut berpakaian rapi, mereka biasanya juga melengkapi atribut penampilannya dengan aksesoris-aksesoris lain untuk menunjang kemantapan penampilan seperti memakai dasi, bersepatu mahal, berolahraga tennis atau golf, memakai pakaian merek terkenal, dan perlengkapan-perlengkapan lain yang sesuai dengan statusnya. Seorang direktur sebuah perusahaan besar kemungkinan akan menjadi pergunjingan. Sebaliknya, seorang bawahan yang berperilaku seolah-olah direktur tentu juga akan menjadi bahan cemoohan.
3.      Perbedaan dalam hal hak dan akses dalam memanfaatkan sumber daya.
Seorang yang menduduki jabatan tinggi biasanya akan semakin banyak hak dan fasilitas yang diperolehnya. Sementara itu, seseorang yang tidak menduduki jabatan strategis apapun tentu hak dan fasilitas yang mampu dinikmati akan semakin kecil. Seorang kepala bagian, misalnya, selain memiliki gaji yang besar dan memiliki ruang kerja sendiri, mereka juga berhak untuk memerintah stafnya.
E.     Dasar Ukuran Stratifikasi Sosial
Menurut Selo Soemardjan, ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan stratifikasi sosial adalah sebagai berikut:[7]
1.      Kekayaan
Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihormati dan dihargai dari pada orang miskin. Ukuran kekayaan ini dapat dilihat dari bentuk rumah modern, jenis pakaian yang digunakan, pemilikan sarana komunikasi dan transportasi, serta kebiasaan mengonsumsi barang-barang mewah.
2.      Kehormatan
Ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada masyarakat tradisional.
3.      Kekuasaan
Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas. Sebaliknya, orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan bawah. Contoh: pimpinan perusahaan dengan karyawannya.
4.      Keturunan
Ukuran keturunan ini berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan. Apabila seseorang berasal dari keluarga bangsawan secara otomatis ia menempati lapisan atas berdasarkan keturunannya.
F.     Dampak Stratifikasi Sosial dalam Pendidikan
1.      Dampak positif
a.       Mempermudah dalam pemilihan metode yang digunakan dalam pembelajaran
b.      Mempermudah pemilihan media pembelajaran yang tepat
c.       Mempermudah tenaga pendidik dalam pemberian materi terhadap peserta didik.
2.      Dampak negatif
a.       Menimbulkan kecemburuan sosial antar peserta didik
b.      Menyebabkan terjadinya konflik



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal penting berikut ini:
1.      Stratifikasi sosial adalah pembedaan atau perbedaan masyarakat kedalam kelas-kelas tertentu secara bertingkat.
2.      stratifikasi sosial dalam masyarakat pada prinsipnya dibedakan menjadi tiga macam, yaitu kelas ekonomi, politik, dan sistem nilai yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat
3.      Menurut Robin William J.R. menyebutkan bahwa proses terjadinya stratifikasi sosial pada masyarakat, yaitu sebagai berikut:
a.       Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada sistem pertentangan yang terjadi pada masyarakat sehingga menjadi objek penyelidikan.
b.      Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur.
4.      Karakteristik stratifikasi sosial pada umumnya terdiri dari tiga aspek yaitu Perbedaan dalam kemampuan atau kesanggupan, perbedaan dalam gaya hidup (life style), dan perbedaan dalam hal hak dan akses dalam memanfaatkan sumber daya.
5.      Menurut Selo Soemardjan, dasar ukuran atau kriteria stratifikasi sosial yaitu kekayaan, kehormatan, kekuasaan, dan keturunan.
6.      Stratifikasi sosial dalam pendidikan terdapat dampak positif dan dampak negatif.




DAFTAR PUSTAKA
Herabudin. 2015, Pengantar Sosiologi. Bandung: Pustaka Setia.
Idi, Abdullah. 2014, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.



[1] Herabudin, Pengantar Sosiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm.140
[3] Herabudin, Pengantar Sosiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm.143
[4] Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2014), hlm. 181-182.
[7] Herabudin, Pengantar Sosiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm.153-154.

Resensi Buku Kemahiran Berbahasa Indonesia


Oleh : Salis Awaludin (1423301292)
Judul               : Kemahiran Berbahasa Indonesia
Penulis            : Abdul Wachid B.S., S.S., M.Hum
                          Heru Kurniawan, S.Pd., M.A
Penerit            : Kalder Press, Purwokerto
Cetakan          : Ke III, Februari 2015
Tebal              : xv + 352 halaman
Sebagai warga negara yang baik tentunya kita harus mengetahui dan bisa berbahasa indonesia dengan baik dan benar untuk mempermudah kita dalam berkomunikasi dengan orang lain. Karena bahasa digunakan oleh manusia sebagai media untuk menyampaikan informasi dan perasaan pada orang lain (hal 1). Dengan bahasa juga kita bisa memngungkapkan apa yang ada dalam pikiran kita.
            Dalam mengungkapkan perasaan banyak cara yang sering dilakukan manusia, yakni dalam bentuk perkataan, tulisan, serta tindakan fisik yang dilakukan manusia, dari ketiga hal tersebut pasti menggunakan dan menghasilkan bahasa, namun kebanyakan yang dipilih manusia untuk mengungkapkan perasaannya yaitu dengan bentuk tulisan atau menulis, karena menulis dianggap sebagai cara yang pas untuk menyimpan pikiran-pikiran dan isi perasaan kita yang nantinya dirangkai dalam bentuk huruf atau kata yang mengandung makna, namun ada pula yang menganggap menulis sebagai kegiatan yang rumit, karena harus memilih kata-kata yang baku yang sekiranya sesuai dan dapat dipahami oleh pembaca. Sebenarnya bukan rumit tetapi tidak terbiasa, orang memiliki kecenderungan lebih suka berbudaya lisan dari pada budaya tulis (hal 177).
            Dalam menulis pun kita harus memiliki kemampuan dan ketrampilan, untuk itu kita harus memahami karakteristik dalam menulis. Menulis merupakan serangkaian kegiatan kreatif (yang meliputi menentukan masalah, mengumpulkan data, menuliskan, merevisi dan editing, dan mempublikasikannya); dalam mengungkapkan gagasan (sebagai ilmu pengetahuan dan perasaan sebagai empati orang); untuk mempersepsi dan menelaah persoalan-persoalan yang ada di sekeliling atau masyarakat; dan dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan karakteristik penulisnya (hal 178). Setelah kita memahami karakteristik-karakteristik dalam menulis, tentunya kita tak perlu ragu lagi untuk mulai berkarya dalam bidang tulis menulis. Karena kita ketahui menulis juga dapat menghasilkan berupa materi, apabila kita berani untuk mencoba menawarkan tulisan-tulisan kita agar dapat dimuat dalam surat kabar atau majalah, tentunya selain materi yang kita dapat pasti akan ada rasa kepuasan tersendiri dalam diri kita.
            Menulis juga ada tata caranya, agar tulisan kita nantinya baik dan benar sesuai apa yang ada dalam aturan-aturan menulis, dan juga bisa memudahkan pembaca untuk lebih memahami makna yang ada dalam tulisan kita. Di pasaran banyak sekali buku-buku yang di dalamnya membahas tentang tata cara menulis yang baik dan benar. Seperti menulis karya ilmiah, sastra dll. Salah satunya adalah buku karya Abdul wachid B.S dan Heru kurniawan yang berjudul “Kemahiran berbahasa Indonesia”. Di dalam buku ini banyak membahas tentang kepenulisan baik tulisan ilmiah, sastra, maupun ilmiah-populer, selain itu juga di bahas tentang sejarah bahasa dan tata cara berbahasa yang baik.

            Jadi bagi penulis-penulis pemula, mahasiswa, bahkan penulis yang sudah profesional buku ini sangat baik apabila di jadikan rujukan atau pedoman dalam pembelajaran menulis, sehingga nantinya setelah mempelajari buku ini diharap menulis yang tadinya hanya sekedar hobi, dan hanya oret-oretan semata, nantinya dapat berubah menjadi tulisan-tulisan yang berbobot dan pembaca pun menjadi mudah memahami tulisan-tulisan kita.